Royal Golden Eagle (RGE) memiliki Asian Agri sebagai anak perusahaan yang bergerak dalam industri kelapa sawit. Unit bisnisnya tersebut ingin merealisasikan target komitmen One to One pada 2018.
Asian Agri adalah salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di Asia. Dalam setahun, mereka mampu memproduksi 1 juta ton. Anak perusahaan RGE ini memulai kiprahnya pada 1979. Lalu, pada 1983, mereka tercatat membangun perkebunan pertamanya di kawasan Gunung Melayu.
Empat tahun berselang tepatnya pada 1987, Asian Agri memulai program kemitraan dengan petani. Mereka menjadi salah satu pelopor program Perkebunan Inti Rakyat di Indonesia.
Langkah itu dilakukan sejalan dengan misi pemerintah Indonesia yang tengah gencar melaksanakan program transmigrasi pada era 1980-an. Karena Pulau Jawa sudah sedemikian padat, masyarakat diajak untuk pindah demi meraih kehidupan yang lebih baik serta memeratakan populasi. Pemerintah akhirnya menjalin kerja sama dengan pihak swasta untuk memberi dukungan bekal kepada para transmigran.
Alhasil, dalam kurun waktu antara tahun 1979 hingga 1984 terjadi perpindahan besar dari Pulau Jawa. Tercatat hampir 2,5 juta orang pindah ke Sumatra dan Kaliantan. Pemerintah pun memberi bekal berupa lahan seluas dua hektare sebagai bekal untuk hidup bagi para transmigran.
Kebijakan pemerintah didukung oleh Asian Agri dengan cara khusus. Mereka segera mengulurkan tangan untuk menjalankan program Perkebunan Inti Rakyat. Maka, sejak 1987, unit bisnis Royal Golden Eagle tersebut menjalin hubungan dengan petani kelapa sawit sebagai petani plasma.
Kemitraan ini rupanya terus bertahan hingga sekarang. Bahkan, sekitar 37,5 persen perkebunan yang dimiliki Asian Agri dikelola oleh para petani. Lihat saja, dari 160 ribu hektare kebun kelapa sawitnya, sekitar 60 ribu hektare di antara dikelola oleh para petani plasma.
Akan tetapi, Asian Agri tidak mau berhenti sampai di situ. Mereka malah ingin terus meningkatkan kemitraan dengan para petani. Belakangan kerja sama diperluas hingga ke para petani swadaya.
Hal itu dijalankan secara serius oleh Asian Agri. Unit bisnis bagian dari grup yang berdiri dengan nama Raja Garuda Mas itu bahkan meluncurkan komitmen One to One. Lewat program ini, mereka berniat untuk menyamakan luas lahan yang dikelola sendiri dengan lahan yang ditangani oleh para petani. Perlu diketahui, luas lahan yang ditangani sendiri oleh Asian Agri mencapai 100 ribu hektare.
Sekarang, tercatat sudah 60 ribu hektare lahan yang dikelola oleh para petani plasma. Jika ingin mengejar target One to One berarti Asian Agri mesti menambah lahan seluas 40 ribu hektare lagi. Hal inilah yang hendak dikejar melalui intensifikasi kemitraan dengan para petani swadaya.
“Untuk menyeimbanginya (luas perkebunan yang dikelola Asian Agri dan petani, Red.), Asian Agri bermitra dengan petani swadaya dengan sumbangsih 40 ribu hektare. Jadi, program One to One dapat terealisasi. Ada 100 ribu hektare kebun inti Asian Agri dan 100 ribu hektare kebun kemitraan petani,” kata Deputy Head Kemitraan Asian Agri, Farmen, seperti dipaparkan oleh Waspada.co.id.
Melihat jejak langkah dan upaya yang dilakukan oleh Asian Agri selama ini, besar kemungkinan komitmen ini dapat dituntaskan. Diperkirakan pada 2018 ini, anak perusahaan Royal Golden Eagle ini sudah akan mampu memenuhi target One to One.
Lihat saja, sejak 2012, Asian Agri sesungguhnya telah memulai kemitraan dengan para petani swadaya. Inisiatif itu muncul setelah sering muncul permintaan dari para petani swadaya sendiri. Mereka ingin menjalin kerja sama dengan Asian Agri karena melihat hasil produksi dan penghidupan petani plasmanya yang bagus.
Para petani swadaya ingin mendapatkan nasib yang sama. Maka, mereka tak ragu menjalin kemitraan dengan Asian Agri.
PENCAPAIAN TERAKHIR
Source: Asian Agri
Dalam menjalin kemitraan, Asian Agri menempatkan diri sebagai pendukung kemajuan para petani. Mereka memberikan sejumlah fasilitas agar petani bisa maju.
Sebagai pihak inti, Asian Agri membuatkan infrastruktur yang menunjang penghidupan petani. Contoh membuatkan jalan agar petani bisa dengan mudah mengirim hasil perkebunannya.
Selain itu, anak perusahaan RGE ini kerap memberi dukungan pertanian. Mereka tak ragu memberi bibit, kemudahan mendapatkan pupuk, hingga mengajari cara berkebun kelapa sawit yang tepat.
Bukan hanya itu, Asian Agri juga mau membeli hasil perkebunan petani dengan harga yang pantas. Mereka mematok harga berdasarkan standar yang dipatok oleh pemerintah.
Melihat kerja sama yang saling menguntungkan itu, tak mengherankan program kemitraan yang dijalankan Asian Agri berjalan lancar. Lihat saja, ketika dimulai pada 2012, petani sawadaya yang bermitra dengan Asian Agri tercatat mengelola perkebunan seluas 2.791 hektare di Riau dan Sumatra Utara. Namun, pada 2013, luasnya bertambah menjadi 6.044 hektare dengan tambahan area di Jambi.
Peningkatan juga terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Perlu diketahui, sampai tahun 2016, Asian Agri telah menggandeng perkebunan petani swadaya seluas 24.500 hektare. Pada 2017, luasnya kian bertambah sehingga semakin dekat dengan target.
“Hingga November 2017, tercatat luasan lahan petani swadaya yang bermitra dengan Asian Agri mencapai 28 ribu hektare. Ditargetkan hingga akhir tahun 2017 akan bertambah hingga menjadi 31 ribu hektare. Akibatnya pada 2018, kami hanya tinggal menambah sembilan ribu hektare lagi. Kami optimistis target komitmen One to One akan bisa dicapai pada 2018,” ujar Rafmen.
Asian Agri sudah mengambil langkah nyata. Pada tahun ini, mereka mempersiapkan beberapa program kemitraan dengan para petani swadaya di Riau, Jambi, dan Sumatra Utara. Hal itu akan membuat luas lahan yang dicakup bakal meningkat.
Kunci keberhasilan Asian Agri dalam menjalin kemitraan dengan petani adalah kemauan untuk menjadikannya sebagai model bisnis. Mereka memandang petani sebagai partner penting sehingga kerja sama saling menguntungkan terjadi.
“Kemitraan bagi perusahaan bukan sebatas program Corporate Social Responsibility, tetapi menjadi bagian dari supply chain kami,” ujar Managing Director Asian Agri, Kelvin Tio.
Ia menambahkan kerja sama dengan petani swadaya bisa berjalan mulus berkat pengalaman panjang yang dimiliki Asian Agri. Kelvin berkata, “Selama 28 tahun terakhir, kami berpengalaman dan bekerjasama dengan baik bersama mitra plasma. Itu sebabnya, pengalaman ini dapat dibawa ke petani swadaya.”
Asian Agri melaksanakan filosofi bisnis Royal Golden Eagle. Dicanangkan oleh pendirinya, Sukanto Tanoto, prinsip kerja tersebut membuat RGE selalu bisa menghadirkan manfaat kepada pihak lain, tak hanya untuk internal perusahaan sendiri.
Bagaimana tidak, dalam prinsip yang dikenal sebagai 5C tersebut, tercantum kewajiban bagi seluruh unit bisnis Royal Golden Eagle supaya berguna bagi masyarakat. Hal itu melengkapi kewajiban untuk bermanfaat bagi pelanggan, negara, maupun iklim.
Kemitraan dengan petani akan memberi manfaat besar. Tak aneh, sebagai bagian dari RGE, Asian Agri gencar melaksanakannya.
EmoticonEmoticon